Anda tentu pernah dengar nama Isaac Newton: Seorang fisikawan, matematikawan, ahli astronomi dan juga ahli kimia yang berasal dari Inggris. Dia merupakan pengikut aliran heliosentris dan ilmuwan yang sangat berpengaruh sepanjang sejarah, bahkan dikatakan sebagai bapak ilmu fisika modern.
Setelah lumayan lama dipermainkan oleh perasaan saya sendiri, ternyata Allah memberi saya jalan keluarnya lewat Newton, mungkin kedengarannya aneh: Saya kian sadar akan cinta justru setelah membaca penemuan seorang ahli fisika tentang cahaya. Karena bagi saya cinta memang tak ubahnya cahaya...
Bagi saya cinta adalah cahaya, cahaya yang juga mempengaruhi jalan fikir saya dan menemukan jati diri sebagai lelaki. Allah memang tidak pernah memberi saya kemudahan dalam cinta, saya bersyukur atas itu, sebab karena itulah saya tidak pernah terjerumus kesana. Godaan-godaan cinta tak hentinya menyapa, mulai dari sosok cinta pertama yang -terlarang, tapi- sempurna yang entah mengapa 10 tahun belum cukup tuk melupakannya, juga cinta kedua yang datang tak ubahnya sebuah keajaiban, siapa sangka tanda tangan saya ternyata bila dibalik berambigram dengan nama seorang wanita, sebuah kebetulan yang ternyata kemudian menjelma menjadi cinta, padahal berbeda dengan yang pertama, dia jauh dari tipe wanita yang saya suka.
Ada yang bilang saya adalah adalah orang yang mudah jatuh cinta, ha3X, ada-ada saja. Saya tidak menyalahkan pendapat itu, karana bisa saja itu karena persepsi saya dan persepsi mereka berbeda tentang apa itu cinta. Hanya dua kali saya jatuh cinta, atau lebih tepatnya hanya dua kali yang saya akui sebagai cinta. Saya memang pernah ada perasaan 'berbeda' pada berbeda pada beberapa wanita lainnya, tapi itu bukanlah cinta, itu adalah nafsu, itu adalah keinginan tuk memiliki dan itu berarti harus segera saya hapus dari hati saya. Di antaranya adalah seorang wanita yang saya temui ketika sedang ada tugas jaga di bawwab, ketika itu saya tidak bisa melupakan tatapan matanya, keanggunan dan kecerdasan seorang perempuan terpancar dari matanya, dan ternyata selang beberapa tahun saya baru tahu ternyata dia adalah kakak kelas saya. Selain itu ada juga wanita yang sempat akrab dengan saya, awalnya saya menganggapnya teman, namun ternyata saya tergoda, ada perasaan takut kehilangan, cemburu yang berlebihan dan sebagainya, sehingga pada akhirnya saya mengakui bahwa saya telah jatuh cinta padanya. Terus yang sekarang sedang saya alami sekarang, ketika saya menjaga jarak dari wanita -agar terhindar dari godanya- ternyata ujian lain datang, saya dihadapakan pada kenyataan bahwa ada seorang perempuan yang tidak saya kenal dan belum pernah saya temui sebelumnya hinggap di hati saya, perempuan yang sempurna, profil alumni TMaI seutuhya, wanita yang shalihah, qanitah, hafidhah dan juga qo'idah liqoumiha* awalnya saya menganggap perasaan ini adalah wajar-wajar saja -saya kira saya akan segera lupakannya- namun ternyata saya salah, sulit untuk melupakan wanita sesempurna dia dari hati saya.
Oh ya, kembali ke Newton. Saya terinspirasi pada bagaimana ketika ia mempelajari cahaya. Manusia telah mengenal cahaya sejak pertama kali mebuka matanya, namun ternyata tidak semuanya paham dan mengerti tentang hakikat dari cahaya, hal tersebut bisa saja terjadi karena mereka hanya menganggapnya sebagai hal yang biasa, berbeda dengan Newton, baginya cahaya adalah misteri yang harus diungkapnya. lantas bagaimana dia mempelajarinya. Newton tidak mempelajari cahaya dengan berdiam dalam terang bermandikan cahaya, dia mempelajarinya di ruangan gelap dengan hanya membiarkan seberkas cahaya menerobos masuk, dan cahaya itulah yang dia pelajari. Sama seperti perasaan yang saya rasakan saat ini, saya harus teliti memilahnya, apakah ini benar-benar cinta ataukah hanya perasaan ingin memiliki belaka...
Sampai saat ini, cinta saya definisikan sebagai keinginan untuk membahagiakan orang yang saya cinta meski saya harus menderita karenanya, definisi yang aneh pikir saya, tapi itulah kenyataannya. Cinta dan liku-likunya telah mengajari saya tuk tidak egois, saya tidak boleh mementingkan kesenangan dir saya pribadi, saya harus peduli pada perasaan wanita yang saya cintai.
Akhirnya, jangan katakan tidak untuk cinta, tapi sikapilah cinta sesuai kapasitas kita sebagai muslim dan muslimah. Cinta itu bukan dosa, selama kita tepat dalam menyikapinya...
*Profil alumni TMaI: Shalihah linafsiha, Muro'iyyah li baity zaujiha, murobbiyah li awladiha, qo'idah liqoumiha.
Setelah lumayan lama dipermainkan oleh perasaan saya sendiri, ternyata Allah memberi saya jalan keluarnya lewat Newton, mungkin kedengarannya aneh: Saya kian sadar akan cinta justru setelah membaca penemuan seorang ahli fisika tentang cahaya. Karena bagi saya cinta memang tak ubahnya cahaya...
Bagi saya cinta adalah cahaya, cahaya yang juga mempengaruhi jalan fikir saya dan menemukan jati diri sebagai lelaki. Allah memang tidak pernah memberi saya kemudahan dalam cinta, saya bersyukur atas itu, sebab karena itulah saya tidak pernah terjerumus kesana. Godaan-godaan cinta tak hentinya menyapa, mulai dari sosok cinta pertama yang -terlarang, tapi- sempurna yang entah mengapa 10 tahun belum cukup tuk melupakannya, juga cinta kedua yang datang tak ubahnya sebuah keajaiban, siapa sangka tanda tangan saya ternyata bila dibalik berambigram dengan nama seorang wanita, sebuah kebetulan yang ternyata kemudian menjelma menjadi cinta, padahal berbeda dengan yang pertama, dia jauh dari tipe wanita yang saya suka.
Ada yang bilang saya adalah adalah orang yang mudah jatuh cinta, ha3X, ada-ada saja. Saya tidak menyalahkan pendapat itu, karana bisa saja itu karena persepsi saya dan persepsi mereka berbeda tentang apa itu cinta. Hanya dua kali saya jatuh cinta, atau lebih tepatnya hanya dua kali yang saya akui sebagai cinta. Saya memang pernah ada perasaan 'berbeda' pada berbeda pada beberapa wanita lainnya, tapi itu bukanlah cinta, itu adalah nafsu, itu adalah keinginan tuk memiliki dan itu berarti harus segera saya hapus dari hati saya. Di antaranya adalah seorang wanita yang saya temui ketika sedang ada tugas jaga di bawwab, ketika itu saya tidak bisa melupakan tatapan matanya, keanggunan dan kecerdasan seorang perempuan terpancar dari matanya, dan ternyata selang beberapa tahun saya baru tahu ternyata dia adalah kakak kelas saya. Selain itu ada juga wanita yang sempat akrab dengan saya, awalnya saya menganggapnya teman, namun ternyata saya tergoda, ada perasaan takut kehilangan, cemburu yang berlebihan dan sebagainya, sehingga pada akhirnya saya mengakui bahwa saya telah jatuh cinta padanya. Terus yang sekarang sedang saya alami sekarang, ketika saya menjaga jarak dari wanita -agar terhindar dari godanya- ternyata ujian lain datang, saya dihadapakan pada kenyataan bahwa ada seorang perempuan yang tidak saya kenal dan belum pernah saya temui sebelumnya hinggap di hati saya, perempuan yang sempurna, profil alumni TMaI seutuhya, wanita yang shalihah, qanitah, hafidhah dan juga qo'idah liqoumiha* awalnya saya menganggap perasaan ini adalah wajar-wajar saja -saya kira saya akan segera lupakannya- namun ternyata saya salah, sulit untuk melupakan wanita sesempurna dia dari hati saya.
Oh ya, kembali ke Newton. Saya terinspirasi pada bagaimana ketika ia mempelajari cahaya. Manusia telah mengenal cahaya sejak pertama kali mebuka matanya, namun ternyata tidak semuanya paham dan mengerti tentang hakikat dari cahaya, hal tersebut bisa saja terjadi karena mereka hanya menganggapnya sebagai hal yang biasa, berbeda dengan Newton, baginya cahaya adalah misteri yang harus diungkapnya. lantas bagaimana dia mempelajarinya. Newton tidak mempelajari cahaya dengan berdiam dalam terang bermandikan cahaya, dia mempelajarinya di ruangan gelap dengan hanya membiarkan seberkas cahaya menerobos masuk, dan cahaya itulah yang dia pelajari. Sama seperti perasaan yang saya rasakan saat ini, saya harus teliti memilahnya, apakah ini benar-benar cinta ataukah hanya perasaan ingin memiliki belaka...
Sampai saat ini, cinta saya definisikan sebagai keinginan untuk membahagiakan orang yang saya cinta meski saya harus menderita karenanya, definisi yang aneh pikir saya, tapi itulah kenyataannya. Cinta dan liku-likunya telah mengajari saya tuk tidak egois, saya tidak boleh mementingkan kesenangan dir saya pribadi, saya harus peduli pada perasaan wanita yang saya cintai.
Akhirnya, jangan katakan tidak untuk cinta, tapi sikapilah cinta sesuai kapasitas kita sebagai muslim dan muslimah. Cinta itu bukan dosa, selama kita tepat dalam menyikapinya...
*Profil alumni TMaI: Shalihah linafsiha, Muro'iyyah li baity zaujiha, murobbiyah li awladiha, qo'idah liqoumiha.
0 komentar:
Posting Komentar