Penghianat yang Setia

Ini adalah tahun keempat pengabdian saya, berarti sudah tiga tahun berlalu sejak saya meberitahu b’ Tika bahwa saya jadi muroqib Jateng, *hahaha* saya masih ingat betul komentarnya waktu itu:

“Gak pa-pa ‘ie, siapa tau ntar dapat orang Jateng…”

Berarti sudah dua tahun berlalu sejak saya minta izin ke Puput untuk membantu konsulat Surabaya II, karena ketika itu muroqib Surabaya II berhenti dan belum diputuskan penggantinya, *hahaha* komentar dan gaya bicaranya waktu itu benar-benar terkenang:

“Gpp kak, asal Jateng tetap yang pertama, bukan kedua dan seterusnya… Putri gak mau dimadu!”


Ada banyak kenangan bersama Jawa Tengah, pahitnya, manisnya, semuanya belum terlupa. Mulai dari diusir Licha dari Dar Ad-Dhiyafah, agenda ASWAJA yang merupakan proyek CorelDRAW saya yang pertama, beberapa kali ngadep mudir Marhalah untuk mengizinkan pulang anggota sebagai pengganti wali mereka, dan yang tak mungkin terlupa juga adalah ketika tadz Darojat untuk pertama kalinya memperkenalkan saya pada anak-anak KOBAR, saya kurang ingat kata-katanya, tapi kurang lebih begini:

“…meski ust. Khuzaie ini orang Gresik, tapi karena beliau adalah muroqib Jawa Tengah maka sekarang beliau adalah bagian dari keluarga besar kita…”

Konyol banget kan, harusnya cukup memperkenalkan nama saya saja tanpa perlu menonjolkan ke-Jawa Timur-an saya. *Hahaha…* ekspresi teman-teman saya ketika itu lucu juga, mulai dari Syarif, hadi, dll, mungkin awalnya kebanyakan bertanya-tanya apakah saya salah ruangan lalu duduk bersama mereka. *Hahaha…* mereka semua kebanyakan menunjukkan ekspresi dan mengajukan pertanyaan yang sama; “Lho, kok bisa???”

Menceritakan kenangan tentang Jawa Tengah, bagi saya rasanya tentu saja tak lengkap bila tidak bercerita tentang Puput. Dialah wanita yang menjadi teman akrab saya yang pertama, berbagi cerita, suka duka, canda tawa, masalah. Saya bersyukur bisa mengenalnya, perkenalan singkat tanpa disengaja yang unik. Ketika itu, setelah hampir satu jam menunggu Tante juga d2 di Dar ad-Dhiyafah ternyat tidak satupun di antara mereka yang datang, padahal saya hendak menagih uang agenda dari anak-anak Jawa Tengah di TMaI dan MTA Pi melalui muroqibahnya, tapi karena Tante yang hendak saya mintai tolong ternyata tidak datang, maka saya putuskan untuk pulang, tapi sebelumnya saya mampir dulu ke kantor Dar ad-Dhiyafah, siapa tahu ada teman sealumninya yang bisa saya titipi pesan. Ternyata ada, seorang wanita sedang duduk santai dengan memegang teh botol. Maka langsung saja saya bertanya padanya:

“Assalamu ‘alaikum. Ukhti, anti kenal usth. Nafisah?”

Bukannya menjawab, wanita itu malah menengadakan mukanya, dan ketika sekilas saya melihat wajahnya…

“hah, mirip Nadhif… jangan-jangan kamu?”

“Iya” jawabnya singkat. *Hahaha* pertemuan yang tidak terduga yang ternyata banyak merubah hidup saya.

Perpisahan bukanlah jeda

Untuk kita yang lelah membaca

Teman bukan berarti bersama seharian

Rasa aman, ketulusan, dan pengertian

Itulah teman, itulah KAU…

*Ah, kok jadi melantur ke mana-mana ya. Kita kembali lagi, tentang Jawa Tengah*

Saya patut bangga dengan anak-anak Jawa Tengah, bangga atas kepedulian mereka, atas semangat mereka, saya bangga menjadi muroqib mereka selama 2 tahun (2006-2007) dan senang karena masih dianggap bagian dari mereka meski secara resmi saya sudah bukan muroqib mereka lagi, kebersamaan seperti inilah yang tidak saya dapat di konsulat saya Surabaya. Apel tahunan hari ini dan apel tahunan sebelumnya telah memberikan banyak bukti bagi saya, bahwa pilihan saya tidak salah, meski itu berarti sama saja menghianati daerah saya sendiri, saya tetap pada pilihan meski dengan menjadi bagian dari orang Jateng itu berarti saya menghianati Tante… Semoga dia mengerti.

0 komentar:

Kunjungan

free hit counter
 

KhuzaiE menggunakan Revolution Two Church theme oleh Brian Gardner adaptasi ke Blogger oleh Bloganol dot com