Setia tapi Mendua

Ketika awal pengabdian dulu seingat saya ada hampir sepuluh orang asatidz dari konsulat Surabaya, berbeda dengan Jawa Tengah yang tidak memiliki seorang pun ustadz. Entah atas dasar apa, ternyata saya diperbantukan ke Jawa Tengah sebagai Muroqib mereka.
Tahun pun berganti, kebersamaan saya dengan Jateng masih berlanjut, bahkan ketika tahun ketiga dan keempat pengabdian saya yang ketika itu sudah ada pengabdian dalam yang asli orang Jateng dan secara resmi memang ditunjuk sebagai muroqibnya, namun ternyata saya masih dianggap bagian dari mereka.
4 tahun adalah waktu yang cukup lama, saya lebih dikenal sebagai orang Jateng dan Kobar, hanya orang-orang yang memang kenal sejak awal saja yang tahu bahwa saya orang Gresik yang seharusnya tergabung dalam konsulat Surabaya. Begitu juga sebaliknya, saya juga lebih mengenal dan akrab dengan anak-anak dan juga fungsionaris Jateng dibanding Surabaya.
Saya sering dihadapkan pada dilema, dimana saya harus memilih satu di antara keduanya, bukan pilihan yang mudah, tapi Jateng tetap jadi pilihan utama saya, karena dalam benak saya siapa lagi yang mau ambil peduli, adapun Surabaya meskipun jumlah asatidznya berkurang, namun tetap saja ada orang lain selain saya dengan kepedulian dan loyalitas yang berbeda-beda.
Tahun keempat inilah yang jadi masa-masa sulit, tinggal saya dan 2 orang adik kelas saya yang merupakan konsulat Surabaya, tapi tetap saja tidak ada pengganti saya sebagai muroqib Jateng, maka sayapun kian masuk ke dalam dilema tentang siapa yang kan saya pilh, apakah Surabaya yang merupakan kampung halaman saya ataukah Jateng yang dengan mereka saya sudah menjalani susah dan senang selama empat tahun bersama? Ataukah sebaiknya saya pergi saja dan atas nama keadilan tidak memilih satupun dari keduanya.

0 komentar:

Kunjungan

free hit counter
 

KhuzaiE menggunakan Revolution Two Church theme oleh Brian Gardner adaptasi ke Blogger oleh Bloganol dot com