Dua Puisi Berjudul PAMIT

PAMIT
Prenduan 04-05 Mei 2007

Ronamu sampai ke mata, hangat senyummu nyala dan senja di pipimu merah.
Kendaraan lalu, di bawah rimbun asam kita berteduh.
Kita menunggu tanpa ku bisa manahan jalanmu.
Waktu memusuhi kita,
Kata-kata tak lagi di mulut tapi di hati tak terbaca, atau mungkin di mata, mataku dan matamu saling bicara.
Ini masih pagi, aku masih ingin bermimpi, impikanmu
Dewi, dengan selendang tersampir siap terbang tinggi.

: Ini masih pagi, pergilah, rindu takkan membunhku dalam sehari


PAMIT
Dalegan-Prenduan 30/10/2006

Aku Pamitan, kita berjabat tangan. Sepi kubawa pergi, tapi kuharap darimu sepi kan terlahir kembali, dari rahim rindu kurang dari seminggu.

Cuaca cukup cerah, tapi pagi permisi pergi, karena kita mengunci mentari di luar rumah, hingga jendela tak memberinya cukup celah tuk menyala.

Ada malam di rambutmu. Tutupi! Masih terlalu pagi tuk bermimipi.

Aku harus segera pergi, sebelum terlalu dalam kutenggelam dalam malammu. Entah kenapa tak ada mendung di mata kita, tapi sudahlah, mata kita masih terlalu kemarau tuk turun hujan. Akhirnya kaki kubawa melangkah, aku menoleh, kamu di pintu lalu kamu terpaku; Tidak, aku tetap harus pergi.

Ada mentari di atas kepalaku, kukira itu kamu.
Ingin kubunuh waktu, karena indah senja serona pipimu merah.
Kulepas penat, selepas pekat kan kuseberangi selat. Kuucap pisah pada tanah ini, pada Jawa yang memulaukan kita, Madura.

Seakan rambutmu tergerai sampai kemari. Sampai di mimpiku juga nyata yang sama kelamnya. Pada dua-sepertiga malam terselip sepertiga purnama. Sesabit celurit sebilah senyum teracung menantang mendung.

: Kuharap itu senyummu, karena hanya kamu yang mampu madura-kan aku.

0 komentar:

Kunjungan

free hit counter
 

KhuzaiE menggunakan Revolution Two Church theme oleh Brian Gardner adaptasi ke Blogger oleh Bloganol dot com